Minggu, 12 Juni 2011

Sumarsih dan Secarik Kertas Kusam

SUMARSIH  mengambil secarik kertas putih dari tas jinjing hitamnya. Kertas yang beberapa bulan lalu berwarna putih itu, kini sudah tak putih lagi. Kusam. Tapi kertas itu menjadi sangat berarti bagi seorang Sumarsih.

"Ya kita harus pantang menyerah dan jangan putus asa,"ujar Sumarsih sambil membaca tulisan di kertas kusam itu untuk melanjutkan kalimatnya yang sempat terputus. Sumarsih terpaksa mengintip isi kertas itu untuk memastikan bahwa apa yang diucapkannya sesuai dengan tulisan yang tertera di kertas. Kertas itu sudah disimpan Sumarsih sejak 20 Oktober 2009 silam.

Di kertas itu dia mencatat penggalan pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikannya di depan anggota MPR/DPR saat pelantikan presiden dan wakil presiden. SBY kala itu dilantik menjadi presiden RI untuk kedua kalinya. Boediono akhirnya menjadi wakil presiden setelah sebelumnya media massa heboh memberitakan namanya sebagai calon kuat wapres.

Pantang menyerah dan jangan putus asa, itulah semangat yang dilontarkan SBY dalam pidatonya. "Pantang menyerah dan putus asa dalam rangka mencapai tujuan program kerja yang telah ditetapkannya,"katanya menegaskan. "Saya mengikuti spiritnya pak SBY yang tertuang dalam pidato itu dan saya catat dalam kertas ini,"katanya. Semangat itulah yang terus ditanamkan oleh wanita yang hampir seluruh rambutnya sudah mulai memutih itu dalam memperjuangkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM. Setiap Kamis dia melakukan aksi yang disebutnya "Kamisan" di depan istana presiden. Aksi itu dilakukan bersama dengan anggota Jaringan Sosial untuk Korban Keadilan (JSKK).

JSKK berkonsentrasi pada pencarian keadilan untuk korban pelanggaran HAM dan didirikan pada Agustus 2005.Sumarsih menjadi salah satu pemrakarsanya. Aksi Kamisan dilakoninya sejak 18 Januari 2007 berangkat dari keinginannya untuk memperjuangkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM. "Saat anak saya ditembak dan saya sudah mampu keluar rumah, saya mempunyai keinginan kedepan seperti apa," Sumarsih adalah ibu dari Wawan,korban peristiwa Semanggi I. Dalam setiap aksinya, JSKK menuntut agar mereka yang diduga terlibat atau patut dimintai tanggung jawabnya dalam kasus pelanggaran HAM, harus diselesaikan di pengadilan."Pak SBY bilang begitu. Kalau yang bersalah harus dihukum sesui dengan tingkat kesalahannya. Dan yang tidak bersalah tidak perlu dihukum,"ujarnya menirukan perkataan orang nomor satu di Indonesia itu. Sumarsih pun legowo bila memang yang diduga bertanggungjawab tidak terbukti bersalah di pengadilan.

"Tuntutan kami kasus pelanggaran HAM harus dibawa ke pengadilan.Kalau memang tidak terbukti, setelah itu silakan meningkatkan karir," katanya. Namun sayang, hingga saat ini ia belum melihat ada tindakan konkrit dari presiden SBY. Ia mencontohkan kasus Semanggi 1 dan 2 yang berkasnya sempat diberitakan hilang. Seharusnya presiden kata dia bisa memerintahkan Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan kasus tersebut. Tapi langkah nyata tidak pernah dilakukan lanjutnya. Menyikapi gugatan terhadap kepres pengangkatan Sjafrie Sjamsoedin sebagai Wamenhan, Sumarsih berharap kepres tersebut dibatalkan.

"Mestinya saya punya harapan kalau memang pengadilan ini mendukung pemerintahan SBY. Kalau tidak lembaga ini hanya sebagai pelindung orang yang bersalah,"tegasnya. Sumarsih hadir dalam sidang gugatan kepres tersebut untuk menunjukkan solidaritasnya. Ia turut melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung PTUN bersama sekitar 30 keluarga korban kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998, peristiwa trisakti 1998 dan 13-15 Mei 1998. Sumarsih dan sekitar 30 keluarga korban pelanggaran HAM itu harus menelan kecewa karena gugatan mereka tidak diterima majelis hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar