Jumat, 03 Februari 2012

Tragedi Semanggi, Siapa Pembunuh Sebenarnya?

Kami pantang menyerah sebelum pembunuh yang sebenarnya terungkap, " ujar Sumarsih, ibu dari Wawan, atau lengkapnya Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, salah satu mahasiswa korban penembakan dalam kasus Semanggi Berdarah, 13 November 1998. Kata-kata tersebut dilontarkan dalam peringatan 9 tahun peristiwa Semanggi, Mei 2007 lalu dan hingga memasuki tahun ke 12 peristiwa tersebut, Ibu Sumarsih nampak masih tegar dengan tuntutannya, wajahnya nampak masih menyimpan duka saat ditemui di Unika Atmajaya, 12 tahun setelah kepergian putranya. 
Tragedi Berdarah

Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.

Penembakan Oleh Aparat

* Pada tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat yang bergerak dari Jalan Salemba, bentrok dengan Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi.

* Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jl. Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan mahasiswa dievekuasi ke Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia.

* Esok harinya Jumat tanggal 13 November 1998 mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja.

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.

Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya.

Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi.

Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.

Tragedi Yang Terlupakan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam pertemuannya dengan Presiden Habibie saat itu meminta pemerintah untuk memberi penjelasan tentang sebab dan akibat serta pertanggungan jawab mengenai peristiwa tanggal 13 November itu secara terbuka pada masyarakat luas karena berbagai keterangan yang diberikan ternyata berbeda dengan kenyataan di lapangan. (Kompas, 16 November 1998).

Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto, dalam jumpa pers di Hankam mengakui ada sejumlah prajurit yang terlalu defensif dan menyimpang dari prosedur, menembaki dan memukuli mahasiswa. Namun, Wiranto menuduh ada kelompok radikal tertentu yang memancing bentrokan mahasiswa dengan aparat, dengan tujuan menggagalkan Sidang Istimewa. (Kompas, 23 November 1998).

Harapan kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II untuk menggelar pengadilan HAM ad hoc bagi para oknum tragedi berdarah itu dipastikan gagal tercapai. Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 6 Maret 2007 kembali memveto rekomendasi tersebut. Putusan tersebut membuat usul pengadilan HAM kandas, karena tak akan pernah disahkan di rapat paripurna. Putusan penolakan dari Bamus itu merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya Bamus telah menolak, namun di tingkat rapim DPR diputuskan untuk dikembalikan lagi ke Bamus. Hasil rapat ulang Bamus kembali menolaknya. Karena itu, hampir pasti usul yang merupakan rekomendasi Komisi III itu tak dibahas lagi.

Rapat Bamus dipimpin Ketua DPR Agung Laksono. Dalam rapat itu enam dari sepuluh fraksi menolak. Keenam fraksi itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi PBR, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD). Sementara fraksi yang secara konsisten mendukung usul itu dibawa ke paripurna adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi PAN, dan Fraksi PDS.[8]

Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, ini menganulir putusan Komisi III-yang menyarankan pimpinan DPR berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc-membuat penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia Trisakti dan Semanggi semakin tidak jelas.

Pada periode sebelumnya 1999-2005, DPR juga menyatakan bahwa kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran berat HAM. 9 Juli 2001 rapat paripurna DPR RI mendengarkan hasil laporan Pansus TSS, disampaikan Sutarjdjo Surjoguritno. Isi laporan tersebut:

* F-PDI P, F-PDKB, F-PKB (3 fraksi ) menyatakan kasus Trisakti, Semanggi I dan II terjadi unsur pelanggaran HAM Berat.
* Sedangkan F-Golkar, F- TNI/Polri, F-PPP, F-PBB, F -Reformasi, F-KKI, F-PDU (7 fraksi) menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS.

2 komentar:

  1. semoga bisa menjadi pencerahan bagi para generasi penerus... .

    BalasHapus
  2. Anapoker dapat dimainkan Langsung dari Handphone, bisa deposit pulsa, ovo, gopay, dana, linkaja, dan juga Bank!. Disitus kami anda bisa bermain semua jenis permainan

    Gabung sekarang juga Bersama Anapoker. Situs Poker Lengkap dengan 8 Jenis games Setiap hari nya dan Terpercaya Terjamin


    Whatsapp : 0852 2255 5128
    Line ID : agenS1288
    Telegram : agenS128

    Promo Bonus Untuk Member Baru AgenS128, Casino IDNLive :
    Freebet Casino Online

    sbobet alternatif

    Freebet Casino Online Terbaru IDN Live

    link sbobet

    sabung ayam online

    adu ayam

    casino online

    sabung ayam bangkok

    ayam laga birma

    poker deposit pulsa

    deposit pulsa poker

    deposit pulsa

    deposit pulsa

    deposit pulsa

    BalasHapus