Senin, 02 Januari 2012

Sondang; Sebuah Nama Sebuah Perjuangan

Oleh Rizky PP
“bang, gw nitip HAMmurabi yah”, itulah pesan singkat terakhir Sondang Hutagalung kepada Dharma, wakil Kordinatornya di HAMmurabi. Pesan yang diterima pada 2 Desember 2011 lalu begitu singkat, hingga keabaian kami akhirnya berbuah pada aksi ekstrem Sondang untuk melakukan upaya membakar diri di depan istana Negara.

Pemuda 170 cm yang berperawakan tegap ini lahir pada 12 November 1989, anak bungsu dari orang tua Victor Hutagalung dan Dame Sipahutar. Di mata keluarga, ia merupakan pribadi yang sangat patuh kepada keluarga dan orang tua. Kedekatan itu sangat terasa manakala terakhir ia mencabuti uban sang ibu beberapa hari sebelumnya. Berdasarkan cerita kecil pada kami, teman – teman seorganisasinya, ia memang sangat mencintai keluarganya. Begitu cintanya sehingga ia tidak pernah sekalipun merengek untuk dibelikan sesuatu yang dianggapnya tidak penting. Sepatu yang dikenakannya pada saat melakukan aksi pun merupakan pemberian kakaknya, kesederhanaan selalu terbingkai apik dalam rautnya.

Bulan lalu Sondang baru saja menapaki usia ke – 22, bagi kami Sondang adalah “simba the lion king”, begitu lembut, ramah kepada orang di sekelilingnya tapi begitu marah pada ketidak adilan di sekitarnya. Sondang baru saja terpilih menjadi Koordiator Himpunan Advokasi-study Marhaenis Muda Untuk Rakyat dan Bangsa Indonesia (HAMmurabi) juli lalu, ia kerap kali melakukan advokasi – advokasi korban pelanggaran HAM. Ia kerap kali memberikan himbauan kepada kami untuk berhati – hati dalam melakukan aksi, agar selalu melihat situasi politik sebelum melakukan aksi, agar terhindar dari klaim para politisi busuk yang coba menunggangi keikhlasan kita untuk memperjuangkan para korban.
 
Ya, sondang memang dikenal dekat dengan para korban pelanggaran HAM. Ia begitu berkesan bagi mereka, sosok sederhana yang tidak memilih kawan. Mulai dari korban pelanggaran HAM masa lalu seperti korban peristiwa 1965 – 1966, korban peristiwa Talangsari, sampai korban peristiwa mei 1998. Ia juga aktif dalam melakukan advokasi penggusuran dan permasalahan kelompok urban di Jakarta. Jadi bias dibayangkan, suatu waktu ia bias diterima oleh kelompok oldies dan bias bermain music bersama kelompok pengamen jalanan. Sondang juga aktif dalam melakukan upaya penuntasan kasus Munir, baginya Munir adalah sosok yang ia kagumi jadi tidak ada alasan baginya untuk setia dalam upaya penuntasan kasus Munir. Bahkan ia menjadi salah satu peserta aktif dalam konvoi motor untuk munir yang dilakukan seminggu sekali beberapa bulan lalu yang digagas oleh oleh SAHABAT MUNIR.
 
Sondang selalu menghadirkan dan mengedepankan ide – ide kreatif dalam melakukan aksi. Ia juga kerap menekankan kampanye anti kekerasan (non violence) dalam kegiatan – kegiatan tersebut. Aksi teatrikal menjadi andalannya dalam setiap kesempatan. Ia juga piawai dalam melakukan stensil art, seperti stensil art Munir yang ia buat di kejaksaan agung, sepanjang jalan MH. Thamrin, atau di belakang saung di halaman kantor KontraS.
 
Ditengah kesibukannya aktif dalam kegiatan – kegiatan advokasi, Sondang tidak melupakan tanggung jawab studinya di Fakultas Hukum Universitas Bung Karno. Memasuki semester akhir, ia terlihat sangat bersemangat. Bahkan pada tengah liburan ganjil ia sibuk karena mengambil kuliah semester pendek untuk mengejar mata kuliah yang belum selesai. Nilai Sondang juga terjaga, ia selalu memelihara nila IPK nya di atas 3.00. terakhir IPK Sondang adalah 3.28, ini yang membuat Sondang sempat mendapatkan beasiswa dari Kampus. 
 
Tanda Tanya Dijawab Tanda Tanya 
 
Akhir September 2011, setelah mendampingi kawan – kawan aktivis Papua melakukan aksi dan audiensi di DPR RI Sondang mulai tidak aktif berkegiatan di HAMmurabi. Beberapa kawan yang pernah berbalas pesan singkat menyatakan bahwa ia berupaya menyelesaikan kuliahnya yang sudah memasuki semester akhir. "Sondang lagi nyari kerja…", "Sondang sibuk skripsi…..", itulah beberapa jawaban dari kawan yang berusaha untuk mencari kabarnya, karena hingga akhir November 2011 dia tidak penah memberikan jawaban pasti akan aktivitasnya selama ia tidak aktif di HAMmurabi.
Tepat di hari ulang tahunnya, 12 November 2011 kami membrondong Sondang dengan ucapan selamat ulang tahun. Beberapa dibalasnya dengan ucapan terima kasih, bahkan ada beberapa yang tak dibalas. Sempat juga di akhir November kami berhasil membuatnya menerima telepon, tapi Sondang tetaplah Sondang, ia meyakinkan bahwa dia baik – baik saja, dan akan kembali aktif pada tanggal 1 Desember 2011. Kami memang merencanakan untuk membuat pelatihan HAM bagi pemuda dan mahasiswa pada medio Desember ini.

Pukulan telak itu akhirnya datang pada hari Rabu, 7 Desember 2011. Kami melihat berita bahwa ada seorang pemuda yang melakukan aksi bakar diri di depan istana. Beberapa berita menyebutkan bahwa diduga motifnya adalah karena putus asa masalah hidup. Awalnya kami anggap ini sebagai sebuah upaya sarat kondisi social Indonesia yang memang rapuh, tapi keesokan harinya (8 Desember 2011) akhirnya kami mendapatkan kabar bahwa pria tersebut adalah Sondang. Kondisinya kritis karena luka bakar yang mencapai 90%. Ini merupakan tanda tanya atas tanda tanya yang selama ini dihadirkan Sondang 2 bulan terakhir. Ditengah upaya kami mencari jawaban apa yang terjadi selama 2 bulan ini terhadapnya, ia kembali membuat sebuah pertanyaan besar yang juga belum bias kami ungkap, apa yang membuatnya melakukan hal tersebut?.

Apapun yang terjadi, Sondang adalah seorang Pejuang HAM bagi kami, bagi korban pelanggaran HAM yang diadvokasinya, dan bagi teman- teman jaringan HAMmurabi. Sondang adalah karakter protagonist bagi penegakan, perjuangan, dan promosi HAM. Seorang pemuda sederhana, periang, dan selalu menjaga orang – orang terkasih. Bagi kami Sondang tidak pernah menyimpan sedikitpun keputus asaan, sama hal nya dengan perjuangannya melawan kondisi kritisnya saat ini. Begitu besar semangat hidupnya untuk bangkit tercermin dari air mata yang keluar saat keluarga dan sahabat melakukan doa bersama untuknya. Kini setelah kepergiannya, Sondang tetap di hati kami, menjadi denyut penyemangat perlawanan kami, dan sebagai keharuan pengikat kebersamaan. Semangat jalan bang, kami disini sudah menyapu duka dalam itu, air mata tertumpah siap kami ganti dengan semangat baru di hari kelak.

Pesan terakhir ibunda.Sondang: “Sondang sekarang tidak hanya Sahabat Munir, tetapi sekarang sudah menjadi Sahabat Yesus... Selamat jalan nak...”

*Penulis adalah Mantan Kordinator HAMmurabi, sekarang aktif sebagai Dewan Penasihat HAMmurabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar