Oleh: Sugandi
Ikatan Orang Hilang Indonesia (Ikohi) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), mempertanyakan sikap pemerintah yang belum merespon hasil rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk kasus penghilangan paksa.
Sikap pemerintah dinilai bertolak belakang dengan kepercayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memiih kembali Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB pada 20 Mei 2011 lalu.
"Dengan kepercayaan itu, seharusnya pemerintah menunjukkan sikapnya dengan menindaklanjuti rekomendasi Pansus DPR soal Orang Hilang. Yaitu, melakukan pencarin terhadap korban yang masih hilang dan mengeluarkan Keppres pembentukan pengadilan HAM, memberikan rehabilitasi dan kompensasi kepada keluarga korban dan meratifikasi konvensi internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa," ujar Koordinator Ikohi, Mugiyanto, kemarin.
Ia juga meminta pemerintah untuk mencegah pencitraan dan diplomasi politik HAM di level internasional untuk menghambat upaya pemenuhan kebenaran dan keadilan di tingkat nasional.
"Ada dua momentum penting dalam agenda penegakan HAM pada akhir pekan di bulan Mei. Pertama, terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB (20/5). Kedua, pekan internasional menentang penghilangan orang secara paksa yang jatuh pada akhir Mei.
Ia mengatakan, momentum tersebut seharusnya menjadi refleksi dan tantangan bagi pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang mandek di level nasional, termasuk di antaranya kasus penghilangan orang secara paksa.
Praktik penghilangan orang secara paksaa terjadi dalam tragedi 1965/1966, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Operasi Militer di Aceh dan Papua dan kasus Penculikan Penghilangan 1997/ 1998.
"Para korban penghilangan paksa di Indonesia, sampai sekarang tidak diketahui keberadaan, nasib dan kondisinya, "ujarnya menambahkan.
Ia mengatakan, berdasarkan status pemerintah Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB, hal itu seharusnya dimaknai secara substansial. Yakni,
Sementara itu, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Yati Andriyani mengatakan, absennya akuntabilitas negara terhadap kasus penghilangan paksa di dalam negeri, menunjukan komitmen HAM yang dibangun pemerintah di level internasional baru sebatas "pencitraan politik" dalam pergaulan internasional.
Diambil dari harian Suara Karya Onine sabtu, 4 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar